Senin, 12 November 2012

Golden Rules : Aturan Emas

Seorang teman meraung-raung, merasa gak diperhatikan, merasa tidak dihargai, tidak ada yang mau berempati dengan masalahnya, sedih, merasa ditinggal, dia sangat menderita menjadi korban dunia yang kejam ini. Teman-teman meninggalkannya, sedih sekali ...

Benarkah begitu ....

Well, saya ini adalah penganut Golden Rule ketat ... Sudah tau Golden Rule khan??

"Treat Others as You Want to be Treated" - Perlakukan orang lain seperti Anda ingin diperlakukan.

Dalam kalimat tersebut ada makna yang sangat dalam lainnya, buat saya, makna tersebut adalah: bagaimana orang lain memperlakukan anda saat ini adalah hasil dari perlakuan anda pada orang lain pula. Jadi dalam kasus teman saya di atas, ketika dia bingung merasa "jatuh" seperti di atas, apakah pernah terpikir olehnya, mungkin saja ia ikut andil dalam "kejatuhannya" tersebut.

Golden Rule ini sangat berlaku dalam hidup saya dan suami saya. Suami saya adalah penganut Golden Rule yang taat, hahahaha ... tapi menurut saya lho. Orangnya memang baik sekali dan anehnya, orang memang baik padanya.

Dia percaya sekali bahwa segala hal di muka bumi ini sudah diatur oleh si Empunya Dunia, jadi kita gak perlu ribet dan pusing memikirkan hal-hal yang gak penting itu. Jalani hidup saja dan nikmati, berbuat baiklah dan nikmati hasilnya. Saya malah tipe yang pesimis awalnya, tapi menilik jalan hidupnya, kok memang rejeki dia itu sungguh mencengangkan.

Kalau saya katakan rejeki sungguh mencengangkan, jangan bayangkan kami penuh uang dan harta melimpah. Itu mah urusan dunia yang sungguh basi, dan gak penting. Kesuksesan diukur dari jumlah harta wah gak matching sama suami saya. Sukses buat dia adalah diingat sebagai orang baik, tapi itu pun tidak perlu diusahakan, karena jalani hidup aja dengan baik, maka kita jadi orang baik kok.

Kami hanya keluarga sederhana yang berharap setiap hari bisa menjalani hidup dengan tenang hari itu saja sudah alhamdulillah, jadi sungguh tidak neko-neko. Tuhan selalu menyediakan apa pun untuk kami. Suatu hari saya ingin sekali makan pizza, namun karena itu adalah kemewahan saat itu untuk kami, maka saya cuma bisa ngiler saja lihat fotonya, tapi tentu saja, dengan cengiran khasnya, suami saya pulang membawa 2 loyang pizza ukuran besar, buah tangan dari berbuat baik menolong orang katanya. Begitu pula dengan berbox-box ayam KFC yang rutin hadir, serta berkilo-kilo pempek dan bakso pengasihan siapa pun yang pernah ditolongnya. Tabiat menolong orang itu juga menghasilkan suami saya pulang membawa 2 pasang sepatu baru berharga ratusan ribu. Sudah beberapa tahun ini, dia juga tidak pernah beli baju baru dan HP baru karena semua hadiah. TV, Printer, bahkan uang 200rb pun melayang di kakinya suatu hari tanpa tahu darimana berasal dan harus dikembalikan kemana. Wah, kalo dihitung, sudah gak tau berapa banyak cerita ajaib itu. Silahkan tanya sahabat-2 saya ... saya aja suka pusing mengingatnya. Saya pikir cuma ada di film atau novel, hahahaha ...

Berbuat baik akan menghasilkan pertolongan bagi kita. Menurut saya bukan isapan jempol. Itu terbukti nyata, minimal dalam hidup kami yang sederhana ini. Golden Rule berlaku dalam hidup kami.

Jadi, bagaimana keadaanmu saat ini wahai kawan sekalian?? Happy? Lonely? Take your time to think, what've you done lately? It might surprise you when you see it as a full-circle ...

Enjoy and have a fun life ...




Rabu, 03 Oktober 2012

Akademisi ??? Intelektual ??? HAH !!!

Hobi saya memang sekolah, tapi tahukah Anda bahwa bersekolah itu tidak bisa hanya sekedar lulus. Ternyata dalam ilmu yang lebih banyak terdapat tanggung jawab yang juga lebih besar.

Tulisan saya sebelumnya sebenarnya adalah tulisan egois karena kesal kenapa memilih sekolah sebagai hobi tidak bisa semudah hobi koleksi perangko misalnya ... Konsekuensi memiliki pengetahuan lebih banyak karena bersekolah membawa tanggung jawab yg juga besar. Sebutan kaum akademisi itu sungguh berat. Pilihan hidup yang sulit ... Mau jadi hobi terus tutup mata ya kok aneh juga ...

Sudah lama saya tahu bahwa kaum akademisi punya tanggung jawab besar dalam hajat hidup orang banyak, terutama soal kemanusiaan. 



Kemarin saya diingatkan kembali bahwa dalam banyak pemikiran, kaum akademisi menjadi tumpuan harapan dalam kehidupan sosial. Kita ambil saja pemikiran Marxisme misalnya. Pemikiran Marxisme bersumber pada pemikiran Marx dalam banyak hal. Meskipun begitu ada beberapa perbedaan. Bila Marx mengatakan dalam sejarah perjuangan masyarakat manusia, terdapat 2 kelas yg terus berkonflik (borjuis dan proletar), maka dalam pemikiran Marxisme, selain 2 kelas tersebut, terdapat sebuah kelas menengah yang disebut Gramsci sebagai kelas intelegensia, yaitu kaum akademisi.

Dalam perjuangan buruh yang tiada akhir, maka ramalan Marx menyatakan bahwa suatu hari buruh akan menang melawan jeratan borjuis dan kapitalis dalam sebuah revolusi. Namun, dalam pemikiran Gramsci, perjuangan buruh tersebut tidak akan menjadi revolusi bila hanya mengandalkan ekonomi, namun juga harus dibantu dan didukung oleh kelas intelegensia. Kaum akademisi inilah yang memiliki kapital budaya, yaitu akses pada ilmu pengetahuan untuk menyebarkan kesadaran kelas dan menghajar kesadaran palsu yang selama ini disebarkan dan disosialisasikan oleh kapitalis. Ini cuma 1 pemikiran. Walaupun kemudian Adorno pesimis dengan harapan yang dinyatakan Gramsci, namun itu lain soal.

Jadi dengan memilih hobi sekolah, terutama sekolah hingga jenjang S3 sekarang ini, mau tak mau saya juga harus memikirkan mengenai beban moral yang harus saya tanggung itu. Saya sendiri bukan tipe pejuang lapangan yang turun ke jalan utk menyuarakan keadilan dan kemanusiaan. Saya dan suami saya sepakat itu bukan panggilan kami. Saya juga bukan pekerja sosial yang bisa dengan mudah bersentuhan dengan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan sukarelawan dan kegiatan sosial kemanusiaan. Namun demikian, pernyataan ini bukannya tanpa proses melalui itu semua. Kalo urusan menjadi sukarelawan dan pekerja sosial, wah saya sudah jatuh bangun rasanya. Saya sudah berkali-kali mendedikasikan diri untuk berbagi dengan anak-anak Panti Asuhan, orangtua di Panti Jompo, bahkan menjadi pekerja sosial selama 3 bulan di Panti Tuna Grahita (yang lebih hebat lagi, kebanyakan dilakukan sendirian tanpa teman-2 saya, hahahaha). Apalagi, saya sudah sering ikut ini itu atas nama berbagi, memang menyenangkan tapi kok saya tidak tenang dan tidak puas ya, saya merasa bukan itu panggilan saya.

Berbeda dengan mengajar, mau gak dibayar, mau cuma sebentar, mau sengaja tidak sengaja, saya suka mengajar. Mengajar membuat saya bahagia, berbagi dengan orang lain yang menyenangkan. Saya cinta sekali mengajar. Nah, mungkin itulah panggilan saya (Kalo kata sahabat saya, Yanti, drama Virgo, wheww ...) Jadi ilmu yang saya dapat dari hobi sekolah saya itu bisa disharing dan dapat menumbuhkan rasa kemanusiaan mendalam pada anak didik. Tapi kan mengajar tidak hanya mengajar, mengajar punya konsekuensi mendidik pula.

Mengajar saja dengan mudah dapat dilakukan, tapi konsekuensi mendidik itu yang berat. Mendidik berkaitan erat dengan integritas. Seorang pendidik harus menjaga martabat dan integritasnya. Bila itu hilang dari seorang pendidik, saya tidak heran banyak kasus yang memperlihatkan profesi pengajar jauh dari unsur mendidik. Menjadi pendidik, maka Anda harus memikirkan masak-masak segala tindakan dan konsekuensi tindakan Anda pada anak didik di kemudian hari. Jadi, bila para pengajar tidak memikirkan hal itu, maka sebaiknya mari merenung tentang apa sebenarnya panggilannya di dunia. Yang pasti bukan sebagai pendidik. Itu hanya sekedar pekerjaan, bukan panggilan dan pengabdian.

Akhirnya, saya memutuskan bahwa saya akan berbagi dalam panggilan saya sebagai pengajar dan pendidik. Terserah orang bilang saya seharusnya bisa lebih aktif dalam ini itu, ikut sukarelawan, ikut kegiatan amal, ini itu, tapi buat apa bila untuk menyenangkan orang lain. Yang tahu kapan saya bahagia adalah saya. Jadi sayalah diri saya. Hobi sekolah yang menyenangkan saya, harus menerima konsekuensi, yaitu berbagi ilmu. Hobi sekolah tidak akan membuat saya berhenti belajar, tapi juga saya harus menerima bahwa saya pun tidak boleh berhenti berbagi ...  :D

Kalau kata Gramsci, apakah kita ini Intelektual Tradisional atau Intelektual Organis? saya rasa berbagi tanpa memikirkan yang mana yang mendefinisikan diri kita lebih baik dibandingkan mengategori diri dalam sebuah kelompok namun terbebani dengan definisi itu sendiri. Halah ... makin stres ...

Buat yang baca, kok mau sih baca blog saya. Kalian ini aneh-2 saja ... isinya ngawur dan sudah pasti saya larang utk dijadikan referensi ilmiah, hahahahahahahahaha

Have a fun life ev'rybody ... Do what you wanna do and be happy with it ... Don't do it for others apalagi if you do it because you have to please others ... No, we shall be happy first to make others happy ... 

Percaya deh sama saya, hidup menyenangkan orang lain adalah palsu, namun hidup bahagia dan berbagi kebahagiaan itulah yang membuat orang lain juga merasakan bahagia dalam diri mereka ...

Sekali lagi ... Have a fun life ....

Minggu, 30 September 2012

Hobi Saya : Sekolah ...

Kemarin sahabat saya, Kiki datang ke kos. Curhat panjang tentang sekolah dan persiapannya ... Dalam perjalanannya menempuh pendidikan S3, Kiki bertemu orang-orang yang dia anggap 'determined' dengan sekolahnya. Ada yang bilang bahwa cita-citanya sekolah adalah bikin buku yang akan membantu anak-anak belajar Matematika dengan lebih mudah. Ada yang bilang pengen bikin LSM untuk membantu masyarakat dan ada yang akan mengembangkan sistem demi kemajuan masyarakat. Pokoknya semua cita-cita yang Kiki dengar bikin dia merinding disko. Lalu mikir ...

Nah, dalam proses mikir itulah Kiki bertemu dengan saya. Kami diskusi. Emang apa tujuan kita sekolah ... Mikir ... (kegiatan yg bikin males) ... Dalam proses merajut pikiran tiada ujung, kami sepakat bahwa tujuan kami adalah sekolah itu sendiri. Kebetulan kami berdua, walaupun secara pribadi jauh banget dari mirip, namun punya hobi sama, yaitu sekolah. Sekolah membuat kami tergila-gila. Kami tidak peduli apakah di sekolah itu kami akan menjadi anak pintar atau bodoh, yang penting, kami bisa sekolah saja sudah alhamdulillah ... Ternyata eh ternyata, sekolah membawa konsekuensi yang gak gampang.

Saya jadi ingat ketika saya diwawancara dalam seleksi masuk sekolah. Dalam pemikiran si pewawancara (ini dugaan saya) bahwa tujuan saya bersekolah sebenarnya bukan tujuan utama, ada tujuan lain di balik itu yang dengan sekolah maka tujuan itu akan saya capai. Apakah kenaikan pangkat, kenaikan gaji, dll. Ohya??? Anda Salah Besar Prof ... saya tidak peduli dengan kelulusan, saya cuma ingin sekolah ... Jadilah semua jawaban saya dimentahkan. Sampe jawaban andalan saya terakhir 'ingin menyenangkan orangtua' pun tak diterima. Bingung juga saya. Yang ditanya saya kenapa kok jawaban dia yang kudu benar. Aneh ...

Aniwei, kembali ke obrolan saya dan Kiki, kami sepakat bahwa kami suka sekolah. Terlepas dari keuntungan maupun kerugian yang akan kami peroleh sebagai konsekuensi dari bersekolah, so be it, kami suka sekolah. Sekolah itu passion, sekolah itu hidup kami. Sekolah adalah air dalam kehausan yang dalam. Kami cinta sekolah. Hobi kami adalah sekolah (mahal amat hobi lo Mon ...).

Kiki bilang kita tidak perlu pintar atau menjadi pintar dengan bersekolah. Kita cuma perlu tekun, ulet dan yakin, bahwa ini yang kita suka dan insya Alloh dengan izin Alloh akan bermanfaat buat kita dan sekeliling kita. Terserahlah apa anggapan orang. Orang bilang kalau kami berdua ini lebih determined dan punya target-2 pencapaian dengan sekolah kami, maka kami mungkin sudah di atas langit kesuskesan. Tapi, bukan itu yang kami inginkan ... Kami tidak peduli dengan apapun yang (di mata orang) membuat kami tampak sukses, pintar, keren, tajir dengan sekolah. Kami cuma ingin ada di sekolah, diberi tugas-2 yang membuat kami bisa membaca, membuat tugas dan menjadi lebih tahu. Kami tidak terganggu dengan kepayahan yang disebut orang. Orang bilang sayang banget otaknya tidak digunakan untuk mencapai kepintaran dan kesuksesan. Kami tidak peduli. Seperti juga pada pasangan yang kami cintai, maka kami menerima sekolah apa adanya ...

Nampaknya makin gak jelas. Tapi emang gue pikirin. blog-2 gue eni .... Jadi kalau ada lulusan S3 dan orang membandingkan kami dengan mereka dan mengatakan bahwa kami bisa seperti mereka kalau kami lebih berusaha dan determined, maka saya akan bilang, trus gue mesti gangnam style gituh ... Ngerti gak sih, bahwa sekolah itu cuma hobi buat kami, dan seperti juga yg hobi mancing atau nyanyi, gak perlu juga sampe menang Idol kali buat melakukannya. Cape deee ...

*tulisan ini ditulis dalam keadaan sangat kesal dengan tuntutan masyarakat pada kaum yang dikelompokkan sbg kaum intelektual (padahal kenyataannya, yg dikatakan intelektual gak ngerasa intelek, cuma ngerasa lagi ngerjain prakarya. Kebetulan aja prakaryanya sekolah S3) ...

Rabu, 13 Juni 2012

Drop dan Harapan ...

Seorang teman baik drop. Hidupnya berantakan dan tak lagi indah ketika merasa semua teman dan sahabatnya ditimpa musibah (bukan dia lho ...). Ia merasa segala musibah pun akan dialaminya, jadi buat apa hidup susah, sekolah dan berinvestasi dengan berbagai rencana, kalau akhirnya akan sirna ketika saatnya tiba. Kondisinya, saya namakan drop alias jatuh tuh tuh ... semangat dan gairah hidup sedang drop drop drop ...

Saya kemudian mengingat-ingat, masa-masa dimana saya drop. Lucunya tulisan "Mau Mewek ..." yang kemarin saya posting, adalah kondisi dimana hidup saya penuh semangat dan menyenangkan, karena saya masih bisa merasa mau mewek ... Lalu bagaimanakah kondisi drop. Saya rasa, drop adalah sebuah kondisi yang lebih "mengerikan" dimana tiada harapan akan masa depan, dan rasanya "tidak hidup", seperti zombi jalan gitu ... lebay!!

Baiklah, jadi menurut saya:

Drop itu ... adalah ketika saya tahu kehamilan saya tidak berkembang dan jabang bayi di dalam rahim saya sudah tiada

Drop itu ... adalah ketika lagi-lagi saya tahu kehamilan kedua saya tidak berkembang dan jabang bayi kami lagi-lagi dipilih Tuhan untuk menemaninya di sana

Drop itu ... ketika dokter mendiagnosa saya sebagai penderita darah kental dan tidak dapat disembuhkan

Drop itu ... adalah ketika rumah 2 lantai yang kami tinggali, terbakar habis

Drop itu ... adalah ketika saya melihat mas kawin saya, kumpulan hadits Bukhori dari suami saya, ludes terbakar api

Drop itu ... adalah ketika saya lihat 4 rak buku-buku yang saya dan suami kumpulkan habis dilalap api

Drop itu ... adalah ketika semua foto perkawinan, hadiah perkawinan, dan semua yg berhubungan dengan memori perkawinan saya hilang lenyap bersama lantai 2 rumah

Drop itu ... adalah ketika semua kumpulan kaset seumur hidup, kumpulan novel seumur hidup dan semua kumpulan-kumpulan hidup saya hilang bersama asap api hitam

Drop itu ... adalah ketika saya merelakan perhiasan mas kawin saya dijual ke toko mas untuk bayar kuliah suami saya

Drop itu ... adalah ketika tidak tahu bagaimana makan besok karena tiada sepeser pun uang

Drop itu ... adalah ketika kami berharap bantuan tapi tiada jawaban

Drop itu ... adalah ketika saya tahu saya tidak mungkin melanjutkan sekolah karena tidak ada biaya

dan semua drop-drop lain dalam hidup yang saya tidak ingat ....

Tapiiiii .... , seperti habis gelap terbitlah terang, rangkaian kehidupan setelah drop, selalu menerbitkan harapan ...

Harapan itu ... adalah ketika hubungan saya dan suami menjadi lebih kuat dengan kepergian buah hati kami

Harapan itu ... adalah ketika saya tahu obat darah kental adalah cukup minum aspirin yg murah meriah secara rutin

Harapan itu ... adalah perasaan ikhlas pada segala kejadian

Harapan itu ... adalah ketika semua sahabat, teman dan kerabat men-support hidup kami setelah kebakaran

Harapan itu ... adalah berkat support dari para handai taulan kami bisa beli buku lagi

Harapan itu ... adalah karena kebakaran saya bisa lanjut sekolah lagi

Harapan itu ... adalah ketika tidak tahu lagi besok makan apa, tiba-tiba dengan berseri Ibbor pulang bawa 2 loyang pizza hut pemberian orang

Harapan itu ... adalah ketika kelaparan, Ibbor pulang bawa sekeranjang ayam KFC karena KFC memberi 7 ayam utk yg berulang tahun hari itu

Harapan itu ... adalah ketika kami sedang drop-dropnya, tiba-tiba Ibbor pulang bawa sepatu Skechers 2 pasang utk suami istri pemberian temannya

Harapan itu ... adalah ketika kami menjual perhiasan mas kawin terakhir, si penjual menaikkan harganya dan memberi hadiah siomay kesukaan saya karena dia ngotot Ibbor adalah saudara jauhnya berkat rambut Ibbor yang, karena saking gak punya uang baru saya cukur sendiri awal minggu itu, "rambutnya mirip sama saudara Menteng", katanya ...  (lha, si uda orang Padang dan Ibbor Menado Jawa Betawi, saudara darimana??? )

Harapan itu ... adalah ketika Ibbor mengejar seorang ibu yg ketinggalan tas berisi uang puluhan juta dan diberi 2 tiket nonton Spiderman di Theater IMAX

Harapan itu ... adalah ketika Ibbor berjalan pulang dari mesjid setelah sholat Jum'at, tiba-tiba ada uang Rp 200rb melayang-layang dan jatuh di kakinya

HAHAHAHAHAHAHAHA ..... Allohu Akbaru ....

Harapan-harapan itu membuat kami tertawa terbahak-bahak, harapan adalah keajaiban.

Drop dan harapan dalam hidup adalah keajaiban, dan keajaiban adalah wujud nyata dari adanya TUHAN.

Alhamdulillah ... terima kasih ya Alloh atas hidup kami .... It's so fun !!!


Senin, 11 Juni 2012

Mau Mewek ....

Dulu, mau mewek itu urusannya sama percintaan, atau ada masanya percintaan beres muncul mau mewek karena masalah keluarga. Setelah menikah, gak pernah lagi mau mewek soal percintaan dan keluarga. Meweknya cuma soal finansial. Penting gak penting.

Tapi ternyata, kalau dipikir-pikir ternyata bahkan mau mewek pun monogami ya, hanya karena sebuah isu di suatu masa. Mungkin karena Alloh tahu, lebih dari 1, umatnya yg satu ini gak kuku ... Jadi beginilah daftar mau mewek gue beberapa tahun terakhir ini.

Mau mewek itu .... adalah ketika mau bayar sekolah, eh inget duitnya setengah jumlah yg harus dibayar juga gak nyampe ... alhamdulillah udah setengah, mau mewek ... :)

Mau mewek itu ... adalah ketika bokek berat eh disms bokap untuk kirim duit terus jd gak bisa ngirim biar 50rb juga ... gak guna banget jadi anak yak ... :(

Mau mewek itu ... adalah ketika laper berat tapi duit cuma tinggal 10rb buat ongkos besok ... alhamdulillah masih ada buat ongkos besok pagi ... :)

Mau mewek itu ... adalah ketika lihat Ibbor rela makan nasi doang tanpa lauk, sementara Indomienya dikasih ke gue ... :(

Mau mewek itu ... adalah ketika nyokap nyuruh pulang ke rumah tapi duit buat ongkos pulang gak ada ... :(

Mau mewek itu ... adalah ketika semua teman membicarakan tabungan, sementara gue gak punya tabungan sama sekali ... :(

Mau mewek itu ... adalah ketika Ibbor gak wisuda master karena gak punya uang 350rb buat bayarnya ... :(


Mau mewek itu ... adalah waktu bertekad tidak ikut wisuda master, eh ada Wahyu yang minjemin duit ... :)

Mau mewek itu ... adalah lihat tampang bangga bokap gue waktu gue diwisuda dan Cum Laude ... yang dia gak tahu adalah wisudanya pake uang pinjeman ... :)

Mau mewek itu ... adalah mendengar orang mengeluh gak punya duit tapi bisa makan enak, punya rumah dan bisa ke luar negeri ... yah ikut seneng, terus tinggal googling suasana luar negeri, mayan ... :)

Mau mewek itu ... adalah sudah 2 tahun tidak pernah liburan sama sekali padahal pengen ....

Mau mewek itu ... adalah ketika lihat hasil kerja Ibbor ngajar sebulan, cuma lewat untuk bayar kos ... :(

Mau mewek itu ... adalah inget rejeki-rejeki jaman dulu yg sudah bukan rejeki saat ini ... mobil, rumah, isi rumah yg sudah tiada ... alhamdulillah pernah dikasih rejeki enak :)

Mau mewek itu ... adalah tidak punya rencana masa depan, karena untuk hidup besok saja masih dipikirkan caranya ... kadang seneng juga gak repot banyak pikiran :)

Mau mewek itu ... adalah lihat Ibbor sabar banget ngadepin gue yang mau mewek ...

Mau mewek itu ... adalah ketika bisa bersyukur dan mengaji ke mesjid tiap hari Jum'at tanpa malas ... :)

Yah, standard kehidupan gue sehari-harilah ... insya Alloh sebentar lagi era mau mewek akan lebih banyak karena syukurnya ... Semua itu indah, dan alhamdulillah keadaan mau mewek hadir sebagai rangkaian keutuhan keindahan ... Alhamdulillah ... ugh ... jadi mau mewek ...

Selasa, 03 April 2012

OMG ... Saya menonton The Raid bersama Balita ...

Malam ini, ketiga kalinya saya menonton The Raid. Gratis lagi. Bahagianyaaa ... Lucu juga, menonton 3 kali dengan 'rasa' yang berbeda setiap kalinya. Yang pertama di Premiere, mencekam karena cuma nonton berdelapan. Yang kedua, nonton sore-sore di bioskop reguler, seruuuu ... penuh desahan, candaan, dan bersatu dalam teriakan-teriakan, sehingga tidak terlalu mencekam (saya suka momen yang kedua ini). Yang ketiga, sudah malem, pada teler, makin mencekam dan kurang menggigit jadinya. Kebanting sama nonton sore dan rame.

Berdasarkan pemilihan jam tayang, saya memilih The Raid yang tayang pukul 21.25. Logikanya, pada jam sekian, saya tidak akan menemukan hal-hal ajaib, karena pasti isinya orang-orang neduh, capek pulang kantor atau nunggu macet terurai. Eh, ternyata logika gak berlaku dalam kamus Jecardah the capital city.

Beli tiket, aman. Ngantri aman. Ehhhh ... kok duduk depan saya, keluarga muda dengan 1 anak balita usia sekitar 2 tahun. Oalahhhhh ... ndak gaul tha bapak ibunyaaaa ...

Dalam berbagai ulasan, saya menyimpulkan bahwa ada 3 pihak yang 'seharusnya' bertanggung-jawab' bila ada anak di bawah umur bisa nonton The Raid di bioskop dengan bebasnya. Jelas dan tegas, film ini telah dikategori sebagai film Dewasa, yang artinya anak di bawah umur DILARANG KERAS menonton dan melihat konten ini. Jelas, karena isinya penuh adegan kekerasan. Untuk kita yang tahu hal tersebut cuma sekedar seni peran, efek film dan bohong belaka, yo ndak masalah broooo ... lha, anak kecil yo pasti efeknya beda tho. Saya aja masih inget film komedi yang agak serem karena parodi film setan-setanan, tapi ngerinya masih terbawa sampe usia 30 tahun gini. Apalagi nonton The Raid, gak kebayang ... Padahal di semua social media sudah dibahas tentang kekerasan dalam film ini. Kok yo masih nekatzz ...

Yang pasti, buat saya ada 3 pihak yang bertanggung-jawab. Yang pertama adalah pihak bioskop, yang tahu pasti bahwa film ini dilabel Dewasa dan Restricted buat anak di bawah umur. Yang kedua, tentu saja, orangtua, yang tidak memikirkan dan tidak mengedukasi dirinya bahwa hal ini berbahaya untuk masa depan anaknya. Yang terakhir, dimana saya masuk dalam kategori tersebut, adalah masyarakat. Masyarakat yang bertanggung-jawab adalah masyarakat yang melindungi komunitasnya. Pembiaran hanya menghasilkan kehancuran bagi masyarakat itu sendiri.

Berbekal pemikiran tersebut, saya, yang duduk persis di belakang keluarga bahagia tersebut, berniat merusak kebahagiaan mereka. Saya datangi dari belakang, dengan bercanda, "Pak, bu, serius nih ngajak anak kecil nonton The Raid? Saya sudah nonton 3 kali dan banyak adegan darah dan gorok leher lho, takut trauma aja anak bapak ntar-ntarnya ...".

Yang terjadi, mereka tidak beranjak. Adalah hak prerogatif mereka atas anak mereka, namun saya tidak mau pulang dengan perasaan tidak melakukan apa-apa. Tapi yah, saya tau diri, siapalah saya yang cantik ini ...

Ternyataaaa .... usaha saya tidak sia-sia. Walaupun tetap tidak beranjak, ternyata mereka jengah juga. Dari awal bertekad membuat anaknya ngantuk dan tertidur. Repot ... Si bapak sibuk ngajak becanda, si ibu sibuk nawarin makanan. Si anak dibikin ngantuk. Tiap ada adegan 'keras' si anak dhadapkan ke belakang, ketemu muka cantik saya. Heleh ... heleh ... syukurin, gak asik kan nontonnya.

Yah, minimal, saya merasa usaha saya ada gunanya, karena setengah film kemudian, si anak terkuple, tidur ... mungkin capek liat bapak emaknya ribet gak jelas ... syukurlah ...

So, guys ... if you love The Raid like I do, literasi media dan pengawasan media sangat penting ... educate yourself, your family and your society. Mungkin kita tidak berbuat banyak, tapi minimal kita bisa berbuat sesuatu ...

Lega, bisa pulang dengan hati tenang, gak merasa bersalah ... Hehehehe ...

*kalau sempat, lihat juga ulasan saya tentang The Raid di tulisan sebelumnya, have fun ... *

Minggu, 01 April 2012

The Raid : Ekstasi Kekerasan atau Semangat Baru ?

Sudah menyaksikan The Raid 2 kali. Besok sore ada lagi yang mengajak untuk nonton lagi. Gak nolak ...

Terus terang, saya dan suami sudah menunggu kehadiran film ini sejak berbulan-bulan yang lalu. Kami selalu menyaksikan trailernya berkali-kali dan melihat interview-interview yang berhubungan dengan film tersebut di youtube. Akhirnya medio Maret 2012, kami bisa menikmatinya di bioskop. Film ini mendapat penghargaan di luar negeri, bahkan dalam waktu seminggu sudah meraup $200.000 di Amerika, padahal hanya diputar di 14 bioskop saja di sana. Buyer-nya juga gak tanggung-tanggung Sony Pictures bo!!



Film ini juga menuai pro dan kontra di berbagai media, terutama social media. Biasanya yang kontra menyesalkan adanya tampilan yang mengundang kengerian dan kekerasan. Bahkan ada yang saking sebalnya, beberapa orang walk-out di tengah film karena dinilai terlalu 'keras'. Selain itu, kontra lainnya adanya diskusi yang menyesalkan pihak bioskop, para orangtua dan masyarakat yang tidak tegas dengan label Dewasa yang dicapkan pada film ini. Saya juga termasuk yang menyesali bila ada anak di bawah umur dapat dengan bebas menyaksikan film ini. Bahkan di sebuah kejadian yang diceritakan pada saya, seorang ibu diam saja ketika anaknya sudah merengek ngeri menyaksikan film ini. Payah sekali orangtua model begitu. (baca juga: OMG ... saya menonton The Raid bersama balita ...)

Karena ini blog saya, maka inilah pendapat saya.

Saya, secara pribadi sangat menyukai film ini. Unsur ceritanya tidak ribet dan tidak berbelit, namun dialognya cukup menjelaskan situasi. Dari menit pertama hingga akhir, kita diajak tidak berhenti konsentrasi pada adegan. Waktu nonton pertama, memang agak sedikit kaget dengan kekerasan yang ditonjolkan. Tapi setelah beberapa saat, saya melihat dengan kacamata lain.

Kebetulan saya seorang penikmat seni (walaupun tidak fasih di bidang tersebut). Menurut saya, dari segi kekerasan, film tersebut tidak terlalu mengumbar adegan yang mengeksploitasi hal tersebut. Dibandingkan film Kill Bill, menurut saya, kekerasan yang muncul cukup dan relevan sesuai dengan jalan cerita. Lagipula, ini memang film action, jadi dari awal kita sudah harus siap melihat kekerasan yang akan muncul di berbagai adegan. Buat saya, Kill Bill adalah film Drama yang dibungkus action, kalau The Raid memang film action.

Setelah nonton kedua kali, keindahan dalam film ini semakin nampak. Tentu saja, dari segi genrenya, saya sangat bangga pencak silat bisa diperkenalkan pada dunia internasional dengan cara ini. Tidak hanya itu, berbagai komentar positif dari pengamat film di luar negeri pun memastikan hal tersebut. Pencak silat yang dipertontonkan dalam film ini, membuat film action ala barat terasa garing dan lelet, membuat kungfu jadi sedikit basi dan membosankan. Paduan seni bela diri seperti tarian yang dikoreografi oleh Iko, Yayan dan Gareth, membuat pencak silat terlihat sangat indah. Itulah yang membuat penonton luar negeri terkaget-kaget akan seni bela diri, yang mereka klaim terlihat seperti menari, namun sangat kuat. Lihat adegan Iko bertarung dengan penjahat di gudang produksi drug, adegan pertarungan di atas meja panjang itu, gerakannya indah sekali.

Lalu, perhatikan juga angle kamera yang ada dalam berbagai adegan. Bagus sekali. Angle kamera ketika Iko dan temannya yang terluka harus bersembunyi di balik dinding sempit, namun kemudian harus menerima goresan pedang yang ditusukkan penjahat. Adegan disorot dari atas dan close up pada wajah Iko, itu keren banget.

Belum lagi membicarakan segi akting. Buat saya, keseluruhan aktingnya setidaknya 1 level di atas akting film Indonesia biasa. Iko dan Yayan bermain apik. Namun, akting paling kuat menurut saya, ditampilkan oleh Ray Sahetapi dan Joe Taslim. Sudah lama gak lihat Ray Sahetapi beradegan sekuat itu. Asyik sekali melihatnya. Terutama adegan terakhir sebelum ia dimatikan oleh penulis skenario. Akting Joe Taslim juga mengundang pujian. Apalagi ini adalah film layar lebar pertamanya. Sebelumnya, ia pernah 2 kali berakting dan ia juga dikenal sebagai model dan atlit nasional judo yang mewakili Indonesia ke ajang SEA Games dan juga berlaga di PON. Jadi cukup menyenangkan melihatnya berakting manis di film ini. Apalagi setelah saya tahu, ia sengaja mendatangi Gareth untuk meminta peran dalam film ini sejak ia menyaksikan film Merantau.

Saya ingat, membaca sebuah ulasan yang menganggap film ini dan penontonnya seperti 'merayakan' kekerasan. Malah kadang para penonton larut dan bertepuk tangan ketika penjahat berhasil dikalahkan. Adegannya diperlihatkan sangat sadis. Tak jarang ketika menonton film ini, terdengar teriakan-teriakan ngeri dari kursi penonton di kanan kiri. Saya, menonton film ini 2 kali. Yang pertama saya menonton di bioskop Premiere, yang menonton hanya 8 orang dan sangat hening. Keadaannya sangat mencekam. Ketika menonton kedua kalinya, saya menonton di bioskop regular, bersama puluhan penonton yang berteriak-teriak, ternyata perasaan saya sungguh berbeda. Menonton beramai-ramai tidaklah semencekam menonton bersama sedikit orang. Justru di situlah letak kebersamaannya. Perasaan ngeri sedikit terobati dan malah jadi terus teringat bahwa ini hanya sekedar tontonan, tidak usah terlalu serius. Nikmati sajalah ... toh semua yang berakting dalam film tersebut hanya pura-pura terluka dan pura-pura mati, hueee ...

Wah, buat saya, film ini cukup asyik. Mungkin seperti dahulu ketika 'Ada Apa dengan Cinta?' muncul, ada semangat baru yang dirasakan. Film ini pun buat saya, terlepas dari pro dan kontra terhadapnya, merupakan semangat baru dalam dunia perfilman Indonesia. Ini terlihat dari keseriusan mereka yang benar-benar berlatih hingga dikarantina di kamp militer terlebih dahulu sebelum syuting mulai.



Film Indonesia yang soundtracknya discore sama Mike Shinoda dari Linkin Park kan jarang lho. Jadi cukup membanggakanlah ...

Tapi itu menurut saya lho ... Yang punya pendapat lain, ya tidak salah juga, toh kita memiliki pengalaman dan latar belakang yang berbeda, jadi wajar ada perbedaan pendapat. Sepakat untuk Tidak Sepakat ... Jadi, selamat menonton ...

Lihat komentar penonton dari luar negeri di http://www.rottentomatoes.com/m/the_raid_redemption/

Wawancara Gareth di Sundance 2012:



Ini reviewnya di Sundance 2012:









Jumat, 09 Maret 2012

Adele, Jackie Evancho dan Gotye : Harapan di tengah serangan K-Pop

Hhhhhhhhh ... K-Pop lagi, K-Pop lagi .... bahkan di kampus pun ada yang bikin penelitian tentang K-Pop lagi, K-Pop lagi ... Proposal disertasi S3-nya keren sih, tapi begitu tahu tentang K-Pop, langsung pengen mewek. Bosennnn ... Bukannya anti Korea, dulu juga seneng banget ngikutin Full House atau apalah itu yang sadurannya Itazura na Kiss versi Korea, lupa, tapi bocen ajah gitchu ...

Saking bosennya sama K-Pop udah seminggu ini dengerin lagu lama jaman baheula dari 70's, 80's and 90's dan menggerung-gerung kenapa lagu-lagu sekarang gak dalem, menggigit dan bersyair 'tembak langsung', melelahkan ... jadi inget Sartre dengan kejernihannya yang terkutuk itu ...

Beberapa bulan lalu, diundang main ke rumah sahabat lama di daerah Petukangan (iye, maksud gue emang elu, Ki ...) dan diperkenalkan pada Adele. Plis dehhhh telat banget kaleee ... ya pegimane, familiar sih ama lagunye, tapi kagak tau nyang nyanyi namanya Adele, keren pula orangnya. Namanya juga lagi sekolah, urusan laen liwat ... sibuk ngerjain tugas n ngumpulin duit biar bisa lanjut gitu loch ... (alesan, padahal kagak gawol).




Denger Adele, rasanya gimanaaaa gitu, gak pake gimmick yang bikin orang pusing dengan hal-hal gak penting. Cukup Adele dengan make-up lengkap dan baju hitam, serta suara yang enak didenger. Gak perlu merayu dengan dandanan super heboh yang nutupin suara ... suara jadi gak penting, yang penting kehebohannya ...

Pokoknya denger Adele, inget kembali masa-masa tempo doeloe, masa dimana menyanyi itu bener-bener jual suara ... kalo artis sekarang mah, suara nomer dua deh, yg penting heboh n gimmick di sekelilingnya. Hah, payah ... simulakrum kuno yang gampang ketebak.

Alhamdulillah, selain Adele, ada si bersuara dahsyat, Jackie Evancho ... membius, lagi-lagi gara-gara maen ke rumah Kiki (nyebelin lu ya Ki ...). Gak bisa ngomong apa-apa deh, nih anak emang harapan dunia, hahahaha ...




Kemudian, hari ini dalam hidup gue (telatttt bangettt dahhhhh ... ) hadirlah Gotye yang waktu pertama denger dia nyanyi, gue pikir itu lagu barunya Sting apa Peter Gabriele gitu, dahsyat banget. Akhirnyaaaaa .... ada lagu masa sekarang yang bisa gue ulang-ulang 2 jam sambil menikmati dan gak berlirik 'tembak langsung', dangkal dan ecek-ecek, hah ... sebel ...

Jadi, buat yang belum kenalan sama Gotye, kata Benyamin S, "Ni, gue beri ... !!".

Gotye "Somebody that I Used to Know (feat. Kimbra)" - Lyrics



Buat penyuka Adele, Jackie dan Gotye, bila anda generasi Y yang lahir di tahun 90an, alhamdulillah ternyata anda punya selera lumayan dan andalah harapan saya karena tidak ikut terlempar dalam arus hegemoni K-Pop di bumi nusantara ini. Syukurlahhhh .... (padahal kalau dilihat pemilihan lagunya, saya juga gak jauh beda ya, hahaha terlempar dalam hegemoni lagu Barat, hyahhhh ...)

Yang penting senenglah ... blog-blog gue eni, kekkkekekekekkkkk ...

Minggu, 08 Januari 2012

Spooky Phat Girlz ...

Setelah masa UAS diisi dengan begadang tiap malem ngerjain Take Home, maka setelah masa UAS beres, mata belum bisa kompromi buat tidur cepet.

Tadi malem jam 3 pagi, gue gak sengaja nonton film yang menurut saya keren abiz. Emang nontonnya udah tengah-2 tapi ternyata masih relevan buat diikuti. Besoknya saya googling, ternyata itu film tahun 2006 berjudul Phat Girlz. Ceritanya sederhana, tapi dalem. Memang buat yang ngarepin nonton film gak pake mikir pesan moralnya, agak males nonton kayaknya, tapi siapa sih yang gak pernah punya masa merasa gak normal, salah dan gak diterima dalam hidup. Ada sih tapi gak saya bahas, hahahaha

Tapi buat sayaaaa .... itu film bagus banget karena menggambarkan pengalaman saya juga, menjadi orang tidak normal, di dunia orang normal. Dari judulnya aja udah ketahuan, film itu menggambarkan pengalaman being a fat girl in our society. Menjadi perempuan yang hidup di dunia 'laki-laki' saja sudah berasa subordinat, apalagi ditambah being a fat girl, 2 kali pukulan telak.

Alhamdulillah masa-2 itu sudah agak berlalu, bukan masa-2 gemuk, tapi merasa tidak normal dan tidak diterima dalam masyarakat. Padahal normal gak normal cuma konstruksi aja. Apalagi konstruksi stereotip orang gemuk, yg dibilang penyakitan, pemalas dan lain-2, padahal yg kurus penyakitan dan pemalas, buanyakkkk ...

Kenapa sayabilang agak berlalu?? karena tidak bisa dipungkiri memang masih ada memori akan masa itu hadir dalam keseharian. Seperti apa sih pengalaman being a fat girl di dunia ini, bagaimana mengetahui perasaan kami, nonton aja filmnya. Keren ...

Ada beberapa quote di film yang memang menggugah. Inget ada adegan dimana perempuan-perempuan langsing dengan tubuh aduhai mengata-2i si pemeran utama yang tambun, dengan tenangnya si pemeran utama (setelah mencintai dirinya) cuma bilang, 'elu yang udah cakep gitu, perlu ngejelekin orang lain agar merasa diri cakep, wah ternyata elu gak cakep2 amat ya??'

Ada lagi pengalaman si pemeran ditolak laki-laki karena bentuk tubuhnya. Tapi ternyata, ada juga kok laki-laki yang naksir. Kalo soal pengalaman ditolak laki-laki mah, yg langsing juga banyakkkk ... kalo kata suami saya, jangan terlalu merendahkan laki-laki juga, karena gak semua laki-laki serendah itu, cuma lihat perempuan dari bentuk fisiknya aja. Banyak laki-laki yang punya prinsip dan memang berkelas, karena memilih perempuan yang sesuai dengan kecocokan hati. Bukan modal body tapi gak bisa diajak diskusi. Sama aja kayak perempuan, banyak juga toh yg berkelas dan punya prinsip gak liat laki dari isi dompet dan luarnya aja. Yah sama ... namanya juga sama-sama manusia, jadi jangan dibeda-2kan. Love you beib ...

Ada lagi quote yang keren dari si pemeran (yg ternyata emang hobi makan seperti saya dan yang lebih edan lagi namanya pun Mo'nique, ihiks). Gini quotenya: it's not us having weight problem, it's them having problem with our weight. Bener bangettttttttt .... so they try to push us to see the same way as theirs. Will never do it again ...

premis film itu menurut saya adalah: love yourself, embrace yourself so that you can give love to others ... persis seperti hidup gue. Dulu sebelum saya mencintai diri sendiri, susah banget mencintai orang lain, minimal suami sendiri deh. Ada aja curiganya. Tapi sekarang, love him very much ... kadang kita butuh orang lain untuk mengingatkan kita bahwa Tuhan gak pilih-2 waktu menciptakan manusia. Semua indah dengan berbeda-2, tapi kita aja dengerin kata setan bahwa beberapa lebih baik dari yg lain ... lebih langsing lebih baik, lebih kaya lebih baik, lebih pinter lebih baik, bla bla bla ... helloooo, syukur gak sih dikasih hidup sama Alloh ... yang penting itu hidup, beraktivitas, segar dan bugar. Kalo sakit sekali-2 diberi cobaan Alloh mah biasaaaa ...

If he loves me that much, why can't I love me much ... Yeay ... lets in love with ourselves ... We are ok ... God knows ...