Selasa, 03 April 2012

OMG ... Saya menonton The Raid bersama Balita ...

Malam ini, ketiga kalinya saya menonton The Raid. Gratis lagi. Bahagianyaaa ... Lucu juga, menonton 3 kali dengan 'rasa' yang berbeda setiap kalinya. Yang pertama di Premiere, mencekam karena cuma nonton berdelapan. Yang kedua, nonton sore-sore di bioskop reguler, seruuuu ... penuh desahan, candaan, dan bersatu dalam teriakan-teriakan, sehingga tidak terlalu mencekam (saya suka momen yang kedua ini). Yang ketiga, sudah malem, pada teler, makin mencekam dan kurang menggigit jadinya. Kebanting sama nonton sore dan rame.

Berdasarkan pemilihan jam tayang, saya memilih The Raid yang tayang pukul 21.25. Logikanya, pada jam sekian, saya tidak akan menemukan hal-hal ajaib, karena pasti isinya orang-orang neduh, capek pulang kantor atau nunggu macet terurai. Eh, ternyata logika gak berlaku dalam kamus Jecardah the capital city.

Beli tiket, aman. Ngantri aman. Ehhhh ... kok duduk depan saya, keluarga muda dengan 1 anak balita usia sekitar 2 tahun. Oalahhhhh ... ndak gaul tha bapak ibunyaaaa ...

Dalam berbagai ulasan, saya menyimpulkan bahwa ada 3 pihak yang 'seharusnya' bertanggung-jawab' bila ada anak di bawah umur bisa nonton The Raid di bioskop dengan bebasnya. Jelas dan tegas, film ini telah dikategori sebagai film Dewasa, yang artinya anak di bawah umur DILARANG KERAS menonton dan melihat konten ini. Jelas, karena isinya penuh adegan kekerasan. Untuk kita yang tahu hal tersebut cuma sekedar seni peran, efek film dan bohong belaka, yo ndak masalah broooo ... lha, anak kecil yo pasti efeknya beda tho. Saya aja masih inget film komedi yang agak serem karena parodi film setan-setanan, tapi ngerinya masih terbawa sampe usia 30 tahun gini. Apalagi nonton The Raid, gak kebayang ... Padahal di semua social media sudah dibahas tentang kekerasan dalam film ini. Kok yo masih nekatzz ...

Yang pasti, buat saya ada 3 pihak yang bertanggung-jawab. Yang pertama adalah pihak bioskop, yang tahu pasti bahwa film ini dilabel Dewasa dan Restricted buat anak di bawah umur. Yang kedua, tentu saja, orangtua, yang tidak memikirkan dan tidak mengedukasi dirinya bahwa hal ini berbahaya untuk masa depan anaknya. Yang terakhir, dimana saya masuk dalam kategori tersebut, adalah masyarakat. Masyarakat yang bertanggung-jawab adalah masyarakat yang melindungi komunitasnya. Pembiaran hanya menghasilkan kehancuran bagi masyarakat itu sendiri.

Berbekal pemikiran tersebut, saya, yang duduk persis di belakang keluarga bahagia tersebut, berniat merusak kebahagiaan mereka. Saya datangi dari belakang, dengan bercanda, "Pak, bu, serius nih ngajak anak kecil nonton The Raid? Saya sudah nonton 3 kali dan banyak adegan darah dan gorok leher lho, takut trauma aja anak bapak ntar-ntarnya ...".

Yang terjadi, mereka tidak beranjak. Adalah hak prerogatif mereka atas anak mereka, namun saya tidak mau pulang dengan perasaan tidak melakukan apa-apa. Tapi yah, saya tau diri, siapalah saya yang cantik ini ...

Ternyataaaa .... usaha saya tidak sia-sia. Walaupun tetap tidak beranjak, ternyata mereka jengah juga. Dari awal bertekad membuat anaknya ngantuk dan tertidur. Repot ... Si bapak sibuk ngajak becanda, si ibu sibuk nawarin makanan. Si anak dibikin ngantuk. Tiap ada adegan 'keras' si anak dhadapkan ke belakang, ketemu muka cantik saya. Heleh ... heleh ... syukurin, gak asik kan nontonnya.

Yah, minimal, saya merasa usaha saya ada gunanya, karena setengah film kemudian, si anak terkuple, tidur ... mungkin capek liat bapak emaknya ribet gak jelas ... syukurlah ...

So, guys ... if you love The Raid like I do, literasi media dan pengawasan media sangat penting ... educate yourself, your family and your society. Mungkin kita tidak berbuat banyak, tapi minimal kita bisa berbuat sesuatu ...

Lega, bisa pulang dengan hati tenang, gak merasa bersalah ... Hehehehe ...

*kalau sempat, lihat juga ulasan saya tentang The Raid di tulisan sebelumnya, have fun ... *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar